Fly ash dan
bottom ash merupakan limbah padat yang dihasilkan dari pembakaran batubara pada
pembangkit tenaga listrik. Ada tiga type pembakaran batubara pada industri
listrik yaitu dry bottom boilers, wet-bottom boilers dan cyclon furnace.
Apabila
batubara dibakar dengan type dry bottom boiler, maka kurang lebih 80% dari abu
meninggalkan pembakaran sebagai fly ash dan masuk dalam corong gas. Apabila
batubara dibakar dengan wet-bottom boiler sebanyak 50% dari abu tertinggal di
pembakaran dan 50% lainnya masuk dalam corong gas. Pada cyclon furnace, di mana
potongan batubara digunakan sebagai bahan bakar, 70-80 % dari abu tertahan
sebagai boiler slag dan hanya 20-30% meninggalkan pembakaran sebagai dry ash
pada corong gas. Type yang paling umum untuk pembakaran batubara adalah
pembakaran dry bottom seperti dapat dilihat pada Gambar dibawah.
Gambar
Electrostatic Precipitator [www.fhwa.dot.gov, 2012]
Dahulu fly
ash diperoleh dari produksi pembakaran batubara secara sederhana, dengan corong
gas dan menyebar ke atmosfer. Hal ini yang menimbulkan masalah lingkungan dan
kesehatan, karena fly ash hasil dari tempat pembakaran batubara dibuang sebagai
timbunan. Fly ash dan bottom ash ini terdapat dalam jumlah yang cukup besar,
sehingga memerlukan pengelolaan agar tidak menimbulkan masalah lingkungan,
seperti pencemaran udara, atau perairan, dan penurunan kualitas ekosistem.
Salah satu
penanganan lingkungan yang dapat diterapkan adalah memanfaatkan limbahfly
ash untuk keperluan bahan bangunan teknik sipil, namun hasil
pemanfaatan tersebut belum dapat dimasyarakatkan secara optimal, karena
berdasarkan PP. No.85 tahun 1999 tentang pengelolaan limbah bahan
berbahaya dan beracun (B3), fly ash dan bottom ashdikategorikan
sebagai limbah B3 karena terdapat kandungan oksida logam berat yang akan
mengalami pelindihan secara alami dan mencemari lingkungan. Yang dimaksud
dengan bahan berbahaya dan beracun (B3) adalah sisa suatu usaha dan atau
kegiatan yang mengandung bahan berbahaya beracun yang karena sifat dan atau
konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung,
dapat mencemarkan dan atau merusakkan lingkungan hidup, dan atau dapat membahayakan
lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup
lain.
Pasal 2
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 18 tahun 1999 tentang Pengelolaan
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun menyebutkan bahwa pengelolaan limbah B3
bertujuan untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran dan atau kerusakan
lingkungan hidup yang diakibatkan oleh limbah B3 serta melakukan pemulihan
kualitas lingkungan yang dapat tercemar sehingga sesuai fungsinya kembali.
Pasal 3
menyebutkan bahwa setiap orang yang melakukan usaha dan atau kegiatan yang
menghasilkan limbah B3, dilarang membuang limbah B3 yang dihasilkannya itu
secara langsung kedalam media lingkungan hidup, tanpa pengolahan terlebih
dahulu.
Sedangkan
Pasal 7 Ayat 2 menyebutkan bahwa daftar limbah dengan kode limbah D220, D221,
D222 dan D223 dapat dinyatakan sebagai limbah B3 setelah dilakukan uji Toxicity
Characteristic Leaching Procedure (TCLP) dan atau uji karakteristik. Di mana
dalam daftar limbah B3 dari sumber yang spesifik fly ash dengan
kode limbah D223 adalah sebagai berikut dalam Tabel dibawah.
Tabel Daftar
Limbah B3 dengan Kode Limbah D223 [PP18/99 jo PP85/99]
Kandungan
dan kelas fly ash
Fly Ash
Fly ash
merupakan material yang memiliki ukuran butiran yang halus, berwarna
keabu-abuan dan diperoleh dari hasil pembakaran batubara. Pada intinya fly ash
mengandung unsur kimia antara lain silika (SiO2), alumina (Al2O3), fero oksida
(Fe2O3) dan kalsium oksida (CaO), juga mengandung unsur tambahan lain yaitu
magnesium oksida (MgO), titanium oksida (TiO2), alkalin (Na2O dan K2O), sulfur
trioksida (SO3), pospor oksida (P2O5) dan carbon.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi sifat fisik, kimia dan teknis dari fly ash adalah tipe
batubara, kemurnian batubara, tingkat penghancuran, tipe pemanasan dan operasi,
metoda penyimpanan dan penimbunan. Adapun komposisi kimia dan klasifikasinya
seperti dapat dilihat pada Tabel dibawah.
Tabel Komposisi dan Klasifikasi Fly ash [http://www.fhwa.dot.gov, 2012]
Menurut ASTM
C618 fly ash dibagi menjadi dua kelas yaitu fly ash kelas
F dan kelas C. Perbedaan utama dari kedua ash tersebut adalah
banyaknya calsium, silika, aluminium dan kadar besi di ash tersebut.
Walaupun kelas F dan kelas C sangat ketat ditandai untuk digunakan fly
ash yang memenuhi spesifikasi ASTM C618, namun istilah ini lebih umum
digunakan berdasarkan asal produksi batubara atau kadar CaO. Yang penting
diketahui, bahwa tidak semua fly ash dapat memenuhi
persyaratan ASTM C618, kecuali pada aplikasi untuk beton, persyaratan tersebut
harus dipenuhi.
Fly ash kelas F: merupakan fly ash yang
diproduksi dari pembakaran batubara anthracite atau bituminous, mempunyai sifat
pozzolanic dan untuk mendapatkan sifat cementitious harus diberi
penambahan quick lime, hydrated lime, atau semen. Fly ash kelas
F ini kadar kapurnya rendah (CaO < 10%).
Fly ash kelas C: diproduksi dari pembakaran
batubara lignite atau sub-bituminous selain mempunyai sifat pozolanic juga
mempunyai sifat self-cementing (kemampuan untuk mengeras dan menambah strength
apabila bereaksi dengan air) dan sifat ini timbul tanpa penambahan kapur.
Biasanya mengandung kapur (CaO) > 20%.