Minggu, 09 November 2014

Klasifikasi Limbah Batubara

Fly ash dan bottom ash merupakan limbah padat yang dihasilkan dari pembakaran batubara pada pembangkit tenaga listrik. Ada tiga type pembakaran batubara pada industri listrik yaitu dry bottom boilers, wet-bottom boilers dan cyclon furnace.
Apabila batubara dibakar dengan type dry bottom boiler, maka kurang lebih 80% dari abu meninggalkan pembakaran sebagai fly ash dan masuk dalam corong gas. Apabila batubara dibakar dengan wet-bottom boiler sebanyak 50% dari abu tertinggal di pembakaran dan 50% lainnya masuk dalam corong gas. Pada cyclon furnace, di mana potongan batubara digunakan sebagai bahan bakar, 70-80 % dari abu tertahan sebagai boiler slag dan hanya 20-30% meninggalkan pembakaran sebagai dry ash pada corong gas. Type yang paling umum untuk pembakaran batubara adalah pembakaran dry bottom seperti dapat dilihat pada Gambar dibawah.

Gambar Electrostatic Precipitator [www.fhwa.dot.gov, 2012]

Dahulu fly ash diperoleh dari produksi pembakaran batubara secara sederhana, dengan corong gas dan menyebar ke atmosfer. Hal ini yang menimbulkan masalah lingkungan dan kesehatan, karena fly ash hasil dari tempat pembakaran batubara dibuang sebagai timbunan. Fly ash dan bottom ash ini terdapat dalam jumlah yang cukup besar, sehingga memerlukan pengelolaan agar tidak menimbulkan masalah lingkungan, seperti pencemaran udara, atau perairan, dan penurunan kualitas ekosistem.
Salah satu penanganan lingkungan yang dapat diterapkan adalah memanfaatkan limbahfly ash untuk keperluan bahan bangunan teknik sipil, namun hasil pemanfaatan tersebut belum dapat dimasyarakatkan secara optimal, karena berdasarkan PP. No.85 tahun 1999 tentang pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), fly ash dan bottom ashdikategorikan sebagai limbah B3 karena terdapat kandungan oksida logam berat yang akan mengalami pelindihan secara alami dan mencemari lingkungan. Yang dimaksud dengan bahan berbahaya dan beracun (B3) adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya beracun yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau merusakkan lingkungan hidup, dan atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain.
Pasal 2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 18 tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun menyebutkan bahwa pengelolaan limbah B3 bertujuan untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh limbah B3 serta melakukan pemulihan kualitas lingkungan yang dapat tercemar sehingga sesuai fungsinya kembali.
Pasal 3 menyebutkan bahwa setiap orang yang melakukan usaha dan atau kegiatan yang menghasilkan limbah B3, dilarang membuang limbah B3 yang dihasilkannya itu secara langsung kedalam media lingkungan hidup, tanpa pengolahan terlebih dahulu.
Sedangkan Pasal 7 Ayat 2 menyebutkan bahwa daftar limbah dengan kode limbah D220, D221, D222 dan D223 dapat dinyatakan sebagai limbah B3 setelah dilakukan uji Toxicity Characteristic Leaching Procedure (TCLP) dan atau uji karakteristik. Di mana dalam daftar limbah B3 dari sumber yang spesifik fly ash dengan kode limbah D223 adalah sebagai berikut dalam Tabel dibawah.


Tabel Daftar Limbah B3 dengan Kode Limbah D223 [PP18/99 jo PP85/99]
Kandungan dan kelas fly ash
Fly Ash
Fly ash merupakan material yang memiliki ukuran butiran yang halus, berwarna keabu-abuan dan diperoleh dari hasil pembakaran batubara. Pada intinya fly ash mengandung unsur kimia antara lain silika (SiO2), alumina (Al2O3), fero oksida (Fe2O3) dan kalsium oksida (CaO), juga mengandung unsur tambahan lain yaitu magnesium oksida (MgO), titanium oksida (TiO2), alkalin (Na2O dan K2O), sulfur trioksida (SO3), pospor oksida (P2O5) dan carbon.
Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat fisik, kimia dan teknis dari fly ash adalah tipe batubara, kemurnian batubara, tingkat penghancuran, tipe pemanasan dan operasi, metoda penyimpanan dan penimbunan. Adapun komposisi kimia dan klasifikasinya seperti dapat dilihat pada Tabel dibawah.


Tabel Komposisi dan Klasifikasi Fly ash [http://www.fhwa.dot.gov, 2012]

Menurut ASTM C618 fly ash dibagi menjadi dua kelas yaitu fly ash kelas F dan kelas C. Perbedaan utama dari kedua ash tersebut adalah banyaknya calsium, silika, aluminium dan kadar besi di ash tersebut. Walaupun kelas F dan kelas C sangat ketat ditandai untuk digunakan fly ash yang memenuhi spesifikasi ASTM C618, namun istilah ini lebih umum digunakan berdasarkan asal produksi batubara atau kadar CaO. Yang penting diketahui, bahwa tidak semua fly ash dapat memenuhi persyaratan ASTM C618, kecuali pada aplikasi untuk beton, persyaratan tersebut harus dipenuhi.

Fly ash kelas F: merupakan fly ash yang diproduksi dari pembakaran batubara anthracite atau bituminous, mempunyai sifat pozzolanic dan untuk mendapatkan sifat cementitious harus diberi penambahan quick lime, hydrated lime, atau semen. Fly ash kelas F ini kadar kapurnya rendah (CaO < 10%).

Fly ash kelas C: diproduksi dari pembakaran batubara lignite atau sub-bituminous selain mempunyai sifat pozolanic juga mempunyai sifat self-cementing (kemampuan untuk mengeras dan menambah strength apabila bereaksi dengan air) dan sifat ini timbul tanpa penambahan kapur. Biasanya mengandung kapur (CaO) > 20%.



Proses Daur Ulang Oli Bekas dengan Sistem Modifikasi Proses Pyrolisis

Oli bekas adalah limbah yang mengandung logam berat dari bensin atau mesin bermotor. Apabila logam berat tersebut masuk kedalam tubuh kita dan terakumulasi, maka akan mengakibatkan kerusakan ginjal, syaraf, dan penyakit kanker.

            Berdasarkan kriteria, oli bekas termasuk kategori limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). Limbah B3 adalah limbah yang sangat berbahaya, karena bersifat korosif, mudah terbakar, mudah meledak, reaktif, beracun, menyebabkan infeksi, iritan, mutagenic, dan radioaktif.

            Walaupun peraturan pemerintah tentang pengelolaan daur ulang oli bekas sudah ada, akan tetapi peraturan tersebut hanya diterapkan di sektor industri dan pabrik, padahal pencemaran limbah oli bekas tidak hanya di pabrik saja, akan tetapi dapat kita temui di limbah-limbah rumah tangga, Dan biasanya limbah-limbah rumah tangga tersebut tidak dikelola dengan baik dan dibuang di lingkungan sekitar kita. Dari situlah limbah B3 menyebar luas, karena limbah B3 dapat menyebar melalui tanah, air ,udara, serta Rantai makanan. Dan Limbah tersebut dapat masuk ketubuh kita melalui kulit, pernafasan, pencernaan, dan saluran tubuh lainnya.

            Kembali ke Limbah Oli bekas, sejalan dengan perkembangan jaman volume oli bekas terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah kendaraan bermotor dan mesin-mesin bermotor. Didaerah desa sekalipun, sudah bisa kita temukan bengkel-bengkel kecil, yang salah satu limbahnya adalah oli bekas dan bengkel tersebut biasanya juga membuang oli bekas di lingkungan sekitar (sembarangan). Dengan kata lain, penyebaran oli bekas sudah sangat luas dari kota besar sampai ke wilayah pedesaan di seluruh Indonesia. Seharusnya kegiatan yang menghasikan banyak oli bekas harus banyak dikurangi.

Saat ini, peneliti dari Universitas Cambridge mengumumkan bahwa dengan menggunakan gelombang microwave, limbah oli bekas tersebut dapat diubah menjadi bahan bakar kendaraan. Para ilmuwan telah menggunakan proses yang disebut pyrolysis untuk mendaur ulang oli dengan metode berbeda.

Pirolisis adalah dekomposisi kimia bahan organik melalui proses pemanasan dengan sedikit oksigen atau reagen lainnya dimana material mentah akan mengalami pemecahan struktur kimia menjadi fase gas. Pirolisis adalah kasus khusus termolisis. Pirolisis ekstrim yang hanya meninggalkan karbon sebagai residu disebut karbonisasi.

Perlu diketahui bahwa Pyrolysis berbeda dengan gasifikasi dan pembakaran. Ketiganya dibedakan berdasarkan kebutuhan udara yang diperlukan selama proses.

1.     Jika jumlah udara/bahan bakar (AFR , air fuel ratio) sama dengan 0, maka proses disebut pyrolysis.

2.     Jika AFR yangdiperlukan selama proses kurang dari 1.5, maka proses disebut gasifikasi.

3.     Jika AFR yang perlukan selama proses lebih dari 1.5, maka proses disebut pembakaran

Cgas yang memiliki nilai kalor yang berguna. Pengertian ini tidak memasukkan istilah pembakaran (combustion) sebagai bagian daripadanya, karena gas buang (flue gas)yang dihasilkan dari pembakaran tidak memiliki nilai kalor yang signifikan untuk dimanfaatkan [Higman, van der Burgt, 2003].

Pada proses pyrolysis minyak yang dipanaskan pada suhu tinggi dalam ketidakadaan oksigen menyebabkan oli terpecah menjadi beberapa campuran gas, cairan, dan meterial padat. Gas-gas dan cairan dapat diubah menjadi bahan bakar. Ilmuwan di Cambrige menyatakan bahwa proses pyrolysis tradisional tidak dapat memanaskan oli secara merata sehingga proses perubahan menjadi bahan bakar sangat sulit dan tidak praktis.

Untuk mengatasi hal itu para ilmuwan tersebut menambah material penyerap gelombang microwave dalam sampel limbah oli sebelum melakukan proses pyrolysis yang kali ini memanfaatkan gelombang microwave.

Penambahan material tersebut ternyata membuat limbah oli menjadi panas secara merata yang membuat hampir 90% limbah oli dengan mudah diubah ke dalam sebuah campuran bensin dan solar konvensional.

Pimpinan penelitian Howard Chase, seorang profesor biochemical engineering, meyakini bahwa proses pyrolysis unik yang mereka lakukan menunjukkan potensi besar untuk dapat ditingkatkan dalam skala komersial.


Hasil penelitian ini dipresentasikan di acara National Meeting & Exposition of the American Chemical Society yang ke-241 yang digelar di Anheim, California, AS.

Sabtu, 01 November 2014

Proses Daur Ulang Oli Bekas dengan Sistem Modifikasi Proses Pyrolisis

Oli bekas adalah limbah yang mengandung logam berat dari bensin atau mesin bermotor. Apabila logam berat tersebut masuk kedalam tubuh kita dan terakumulasi, maka akan mengakibatkan kerusakan ginjal, syaraf, dan penyakit kanker.
           
        Berdasarkan kriteria, oli bekas termasuk kategori limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). Limbah B3 adalah limbah yang sangat berbahaya, karena bersifat korosif, mudah terbakar, mudah meledak, reaktif, beracun, menyebabkan infeksi, iritan, mutagenic, dan radioaktif.
            
        Walaupun peraturan pemerintah tentang pengelolaan daur ulang oli bekas sudah ada, akan tetapi peraturan tersebut hanya diterapkan di sektor industri dan pabrik, padahal pencemaran limbah oli bekas tidak hanya di pabrik saja, akan tetapi dapat kita temui di limbah-limbah rumah tangga, Dan biasanya limbah-limbah rumah tangga tersebut tidak dikelola dengan baik dan dibuang di lingkungan sekitar kita. Dari situlah limbah B3 menyebar luas, karena limbah B3 dapat menyebar melalui tanah, air ,udara, serta Rantai makanan. Dan Limbah tersebut dapat masuk ketubuh kita melalui kulit, pernafasan, pencernaan, dan saluran tubuh lainnya.
           
          Kembali ke Limbah Oli bekas, sejalan dengan perkembangan jaman volume oli bekas terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah kendaraan bermotor dan mesin-mesin bermotor. Didaerah desa sekalipun, sudah bisa kita temukan bengkel-bengkel kecil, yang salah satu limbahnya adalah oli bekas dan bengkel tersebut biasanya juga membuang oli bekas di lingkungan sekitar (sembarangan). Dengan kata lain, penyebaran oli bekas sudah sangat luas dari kota besar sampai ke wilayah pedesaan di seluruh Indonesia. Seharusnya kegiatan yang menghasikan banyak oli bekas harus banyak dikurangi.

Saat ini, peneliti dari Universitas Cambridge mengumumkan bahwa dengan menggunakan gelombang microwave, limbah oli bekas tersebut dapat diubah menjadi bahan bakar kendaraan. Para ilmuwan telah menggunakan proses yang disebut pyrolysis untuk mendaur ulang oli dengan metode berbeda.

Pirolisis adalah dekomposisi kimia bahan organik melalui proses pemanasan dengan sedikit oksigen atau reagen lainnya dimana material mentah akan mengalami pemecahan struktur kimia menjadi fase gas. Pirolisis adalah kasus khusus termolisis. Pirolisis ekstrim yang hanya meninggalkan karbon sebagai residu disebut karbonisasi.

Perlu diketahui bahwa Pyrolysis berbeda dengan gasifikasi dan pembakaran. Ketiganya dibedakan berdasarkan kebutuhan udara yang diperlukan selama proses.

1.     Jika jumlah udara/bahan bakar (AFR , air fuel ratio) sama dengan 0, maka proses disebut pyrolysis.
2.     Jika AFR yangdiperlukan selama proses kurang dari 1.5, maka proses disebut gasifikasi.
3.     Jika AFR yang perlukan selama proses lebih dari 1.5, maka proses disebut pembakaran

Cgas yang memiliki nilai kalor yang berguna. Pengertian ini tidak memasukkan istilah pembakaran (combustion) sebagai bagian daripadanya, karena gas buang (flue gas)yang dihasilkan dari pembakaran tidak memiliki nilai kalor yang signifikan untuk dimanfaatkan [Higman, van der Burgt, 2003].

Pada proses pyrolysis minyak yang dipanaskan pada suhu tinggi dalam ketidakadaan oksigen menyebabkan oli terpecah menjadi beberapa campuran gas, cairan, dan meterial padat. Gas-gas dan cairan dapat diubah menjadi bahan bakar. Ilmuwan di Cambrige menyatakan bahwa proses pyrolysis tradisional tidak dapat memanaskan oli secara merata sehingga proses perubahan menjadi bahan bakar sangat sulit dan tidak praktis.

Untuk mengatasi hal itu para ilmuwan tersebut menambah material penyerap gelombang microwave dalam sampel limbah oli sebelum melakukan proses pyrolysis yang kali ini memanfaatkan gelombang microwave.

Penambahan material tersebut ternyata membuat limbah oli menjadi panas secara merata yang membuat hampir 90% limbah oli dengan mudah diubah ke dalam sebuah campuran bensin dan solar konvensional.

Pimpinan penelitian Howard Chase, seorang profesor biochemical engineering, meyakini bahwa proses pyrolysis unik yang mereka lakukan menunjukkan potensi besar untuk dapat ditingkatkan dalam skala komersial.


Hasil penelitian ini dipresentasikan di acara National Meeting & Exposition of the American Chemical Society yang ke-241 yang digelar di Anheim, California, AS.

Minggu, 05 Oktober 2014

PROSES MEKANISME & PENERAPAN AMDAL PT.JIEP



“Ecogreen Industry”
INDUSTRI DAN LINGKUNGAN
Munculnya konsep ekonomi berkelanjutan atau pun pembangunan berkelanjutan tidak lain di dasari pada berbagai dampak yang telah dimunculkan terhadap lingkungan akibat berbagai aktivitas manusia . Kenyataan bahwa pembangunan tidak selalu memberikan keuntungan bagi umat manusia dan lingkungan terus dirasakan . Gelombang perhatian besar terhadap lingkungan ini mulai muncul pada akhir 1960–an dan awal 1970–an. Ketika itu sebagian persoalan masih bersifat setempat , seperti pencemaran dari pipa dan cerobong asap pabrik–pabrik kimia, dan lain-lain.
Pada tahun 1980–an , masalah lingkungan menjadi agenda politik , dimana ketika itu telah berkembang berbagai macam gangguan lingkungan yang meluas dan berskala internasional: hujan asam, menipisnya lapisan ozon, dan meningkatnya suhu bumi. Sehingga semakin banyak laporan yang silih berganti menyatakan bahwa banyak hal yang kita lakukan, dan kita usahakan untuk ‘maju’, sebenarnya tidak dapat dipertahankan. Kita dapat meneruskan metode yang kita anut sekarang untuk menggunakan energi, mengelola uang, bertani, melindungi tumbuhan dan binatang, mengelola pertumbuhan daerah perkoataan, dan menghasilkan barang industri.
AKIBAT–AKIBAT AKTIVITAS INDUSTRI TERHADAP LINGKUNGAN
Tanggal 4 Desember 1984 , rakyat Bhopa , India dikagetkan ledakan sebuah tank toxic yang mengandungmethylisocyanate dari sebuah industry di kawasan tersebut yang menewaskan korban 3000 orang . Sebelumnya , pada tahun yang sama di Chernobyl , Ukraine , pada tanggal 26 April 1984 , karena satu dari keempat industry nuklir di kota tersebut meledak telah menewaskan 31 orang seketika , dan diperkirakan 15.000 orang lainnya akan meninggal 20 tahun kemudian , 100 hektar lahan yang terkontaminasi bahan – bahan radioaktif akibat ledakan tersebut . Kemudian di Baia Mare, Romania , 30 Januari 2001 , yang disebut sebagai satu dari kasus lingkungan terdahsyat di dunia yang pernah terjadi  , disebut bahwa lebih dari 100.000 m3 sianida bocor dari lokasi peleburan emas di sungai Tisza , dan akhirnya di Danube , telah merusak semua biota makhluk hidup di sepanjang sungai tersebut sebesar 400 km.
Kasus – kasus di atas adalah hanya beberapa kasus lingkungan yang terjadi yang langsung terlihat akibatnya bagi masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Sekarang wabah itu telah meluas, salah satunya menjadi isu global saat ini adalah terjadinya perubahan iklim dengan semakin memanasnya suhu di permukaan bumi (global warming). Dilaporkan bahwa setiap tahunnya akan terjadi peningkatan suhu global sebesar 2oC. Apa pengaruhnya terhadap kita?
Janinne Bloomfield,PhD (environmental defense) dan Francesco Tubiello, PhD.(Columbia university)menyebutkan memanasnya suhu di Amerika  5 – 10o C pada tahun 2001 telah mengakibatkan beberapa kekeringan di beberapa daerah, yang mengakibatkan terjadinya penurunan produksi pertanian.
Di daerah pantai juga memperjelas indikasi ini. Dalam sepuluh tahun terakhir, ketinggian permukaan air laut  terus  merayap naik sebesar 30 – 60 cm. Kenaikan permukaan air ini disebabkan karena reaksi meningkatnya suhu akan mendorong air di dasar laut yang dingin bergerak naik ke permukaan yang disebut dengan proses osilasi. Akibatnya siklus El nino dan La nina dua badai laut yang membawa resiko perubahan cuaca terjadi makin cepat, misalnya, bila secara normal baru akan berlangsung 10 tahun sekali, tetapi sekarang menjadi empat tahun sekali. Fenomena ini telah sudah banyak terjadi di beberapa Negara, salah satunya di China. Disebutkan bahwa telah terjadi peningkatan suhu permukaan laut dari 0.09 +/- 0.04 inch (2.3 +/- 0.9 mm) per tahunnya dalam jangka waktu 30 tahun. Selain itu juga  disebutkan telah terjadi peningkatan suhu permukaan laut dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, khususnya sejak tahun1960–an.
Pemanasan  global tidak hanya memberikan dampak perubahan bumi secara geografis bagi umat manusia, tapi juga member efek bagi sumber air bersih, rusaknya biodiversity dan juga pada kesehatan, salah satunya adlah terjngkitnya wabah penyakit malaria. Dengan meningkatnya suhu maka semakin meningkat pula populasi nyamuk di beberapa wilayah, terutama di wilayah Asia tenggara, Amerika Selatan, dan beberapa bagian Afrika. Dan mungkin juga beberapa penyakit yang akhir–akhir ini berkembang seperti SARS dan flu burung merupakan salah satu dampak dari perubahan suhu di bumi.
Masalah lingkungan akibat berbagai aktivitas  manusia tidak hanya sebatas pada perubahan iklim saja . Banyak kasus – kasus pengrusakan lingkungan akibat berbagai aktivitas industry lainnya , seperti pencemaran terhadap tanah , air, udara , dan juga keanekaragaman hayati . Penelitian yang dilakukan oleh beberapa NGO pecinta lingkungan menyebutkan bahwa pemberi konstribusi terbesar terjadinya perubahan iklim dan pengrusakan lainnya di permukaan bumi ini , tidak lain adalah dari negara – Negara industry besar . Hampir lebih dari 95% merupakan produk – produk hasil industri Negara –Negara ini tergolong produk berbahaya bagi lingkungan.
PENGHIJAUAN KAWASAN
Kawasan Industri Pulogadung (KIP) merupakan pusat kegiatan industry, perkantoran, pergudangan dll KIP memiliki Jalur Hijau ± 39 Ha.. Pohon-pohon pada jalur hijau ini selain berfungsi untuk menangkap CO2 yang dihasilkan dari kegiatan industry, transportasi dan lingkungan luar kawasan dapat juga menjadi barrier pollutan-pollutan pencemaran baik dari luar dan juga dari dalam Kawasan
Jalur Hijau di KIP berlokasi di sekitar Jl. Pulolio, Jalur Tegangan Tinggi, Jl. Puloburan. Dan sekitar Danau (Open Space), Sedangkan yang sudah menjadi Hutan Kota berlokasi di Jl. Pulobuaran- Jalur tegangan tinggi dengan luas ± 8,9017 Ha
Jenis vegetasi di KIP banyak didominasi oleh tanaman peneduh Jalur hijau di KIP. Tanaman peneduh yang mendominasi area pinggir jalan utama , jalur hijau dan hutan kota KIP diantaranya jenis Angsana (Pterocarpus indica), Beringin (Ficus benyamina), Sengon (Enterolobium cyclocarpum), Akasia (Cassia sp), Mahoni (Swietenia mahagoni) dan beberapa jenis tanaman terbaru yaitu Jati Mas, Cemara Angin (Casuarina equisetifolia), Tanjung (Mimosops elengi), Glodogan dan Trembesi (Samaena saman)
Tanaman semak yang banyak dijumpai di area jalur hijau, hutan kota, dan lahan sekitar danau seperti alang-alang (Imperata cylindrica), putri malu (Mimosa pudica), rumput teki (Cyperus roduntus) begitu pula dengan beberapa tanaman hias juga banyak ditemukan di area pinggir jalan dan halaman pabrik.
PERATURAN LINGKUNGAN
Kegiatan Kawasan Industri memerlukan ruang dan sumber daya yang merupakan komponen tata lingkungan, yang mana dapat menimbulkan perubahan atau menimbulkan dampak bagi lingkungan. Dampak lingkungan tersebut dapat disebabkan langsung dari kegiatan itu sendiri maupun kegiatan lainnya yang tidak bekaitan langsung.
Komponen kegiatan industri, potensial dapat menimbulkan perubahan terhadap lingkungan, baik lingkungan Tata Ruang, Fisik-Kimia, Biologi, Sosial-Ekonomi–Budaya. Kepentingan dan daya guna komponen-komponen lingkungan tersebut harus diperhatikan demi mendukung kelestarian lingkungan dan tata lingkungan secara keseluruhan, sehingga tetap seimbang.
Untuk menciptakan suatu Kawasan yang berwawasan lingkungan PT. JIEP  membuat program pelestarian Lingkungan yang mencakup Rencana Pengelolaan Lingkungan dan Pemantauan  Lingkungan yang wajib dilaksanakan baik secara skala Kawasan oleh PT JIEP sebagai pengelola Kawasan dan skala pabrik oleh Perusahaan Industri/tenants.
AMDAL, UKL / UPL
PT JIEP selaku pengelola Kawasan telah mempunyai Dokumen AMDAL yang terdiri dari RKL, RPL, dan studi evaluasi lingkungan dengan no rek :801/M/9/1993 tanggal 18 September 1993 yang kemudian dilakukan updating pada tahun 2006 yang telah disetujui oleh Komisi AMDAL DKI No : 16/amdal/-1.774.151 tanggal…….
Sedangkan untuk perusahaan yang beroperasi di KIP diwajibkan menyusun dokumen UKL/UPL atau DPPL seseuai ketentuan yang berlaku. Untuk melaksanakan komitmen yang tertuang di dalam Dokumen AMDAL, PT JIEP bekerjasama dengan konsultan lingkungan untuk memonitoring, menganalisa dan mengimpletasikan program-program lingkungan yang tertuang di dalam AMDAL.
Beberapa hal yang dilakukan untuk mengantisipasi terhadap terjadinya berbagai bentuk pencemaran khususnya limbah cair dan udara sebagaimana tercantum dalam dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL), adalah melakukan monitoring secara berkala terhadap industri-industri yang mempunyai potensi melakukan pencemaran lingkungan kawasan, sehingga dapat diprediksi dan diketahui industri-industri pencemar lingkungan dan juga melakukan pendataan serta analisis secara rutin terhadap kualitas badan air, limbah cair dan kualitas udara.




***
LUBANG RESAPAN BIOPORI
Multiguna Lubang Resapan Biopori adalah sebagai berikut:
  • Mempercepat peresapan air hujan
  • Mengatasi sampah organik
  • Meningkatkan cadangan air bersih di dalam tanah
Perhitungan Pembuatan LRB / Biopori Absorption Well – Installation Calculations

Contoh daerah dengan intensitas hujan 50 mm/jam (hujan lebat), laju peresapan air perlubang 3 liter/menit (180 liter/jam) pada 100 m2 bidang kedap perlu dibuat sebanyak (50 x 100): 180 = 28 lubang.
LRB diameter 10 cm, dalam 100 cm dpt menampung 7,8 liter sampah organik, berarti tiap lubang dapat diisi sampah organik dapur 2-3 hari.
Dengan demikian 28 lubang baru dapat dipenuhi sampah organik yang dihasilkan selama 56 – 84 hari, dimana lubang perlu diisi kembali.
 



LINGKUNGAN SOSIAL
Masyarakat sebagai salah satu stakeholder yang ikut menentukan keberhasilan operasional perusahaan, tidak luput dari perhatian manajemen dalam rangka menciptakan keharmonisan usaha antara perusahaan dan masyarakat.
Sebagai wujud tanggungjawab social kepada masyarakat, perusahaan melalui tim PUKK dan Bina Lingkungan menerapkan program Community Development. Pemberian bantuan kepada masyarakat dalam bentuk pembangunan sarana dan prasarana lingkungan termasuk jalan dan tempat ibadah, bantuan beasiswa bagi siswa dari keluarga yang tidak mampu, bantuan pengobatan dan sunatan missal, pelatihan dan penyaluran tenaga kerja melalui Job Center.
Dalam rangka mendukung ekonomi masyarakat, perusahaan menyalurkan bantuan melalui program Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi (PUKK) kepada beberapa mitra binaan. Pembinaan tersebut meliputi bantuan permodalan, promosi, pembinaan manajeman, dan bantuan teknis.



Tujuan Penerapan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)

Pada dasarnya AMDAL bertujuan untuk terciptanya suatu pembangunan yang ramah lingkungan. Pelaksanaan AMDAL ini memiliki peraturan-peraturan, parameter-parameter yang harus dipahami dan dilaksanakan pada saat proses pelaksanaannya.
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) adalah keseluruhan dari hasil studi yang disusun secara sistematis dan merupakan satu kesatuan dalam bentuk dokumentasi yang diperlukan dalam proses pengambilan keputusan. Amdal sendiri memiliki proses yang cukup panjang demi menciptakan pembangunan lingkungan yang berwawasan lingkungan.Berikut adalah beberapa pelaksanaan AMDAL yang diwajibkan.

Jenis usaha dan/atau kegiatan yang wajib AMDAL (pasal 3 ayat 1 PP RI No. 27 Tahun 1999):
a. Pengubahan bentuk lahan dan bentang alam,
b. Eksploitasi sumber daya alam baik yang terbaharui maupun tidak,
c. Proses dan kegiatan yang secara potensial menimbulkan pemborosan, pencemaran dan kerusakan LH serta kemerosotan pemanfaatan SDA,
d. Proses dan kegiatan yang hasilnya akan dapat mempengaruhi lingkungan alam, buatan dan sosial-budaya,
e. Proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi kelestarian konservasi SDA dan/atau perlindungan cagar budaya,
f. Introduksi jenis tumbuhan, hewan dan jasad renik,
g. Pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan non hayati,
h. Penerapan teknologi yang diperkirakan punya potensi besar untuk mempengaruhi LH,
i. Kegiatan yang mempunyai resiko tinggi dan/atau mempengaruhi pertahanan negara.

Dalam pelaksanaannya AMDAL juga memiliki beberapa nilai dan manfaat penting, yaitu.
Tiga nilai – nilai AMDAL :
•         Integritas dalam proses AMDAL akan sesuai dengan standar yang disepakati
•    Utilitas dalam proses AMDAL akan menyediakan seimbang, kredibel informasi untuk keputusan
•         Kesinambungan dalam proses AMDAL akan menghasilkan perlindungan lingkungan

Manfaat AMDAL meliputi :

•         Berwawasan lingkungan dan berkelanjutan desain
•         Kepatuhan dengan standar yang lebih baik
•         Tabungan modal dan biaya operasi
•         Mengurangi waktu dan biaya untuk persetujuan
•         Proyek peningkatan penerimaan
•         Perlindungan yang lebih baik terhadap lingkungan dan kesehatan manusia

Maksud dan tujuan dari AMDAL dapat dibagi menjadi dua kategori. Tujuan langsung AMDAL adalah untuk memberi proses pengambilan keputusan oleh berpotensi signifikan mengidentifikasi dampak lingkungan dan risiko proposal pembangunan. Tujuan tertinggi (jangka panjang) AMDAL adalah untuk mempromosikan pembangunan berkelanjutan dengan memastikan bahwa usulan pembangunan tidak merusak sumber daya kritis dan fungsi ekologis atau kesejahteraan, gaya hidup dan penghidupan masyarakat dan bangsa yang bergantung pada mereka.

Tujuan langsung AMDAL adalah untuk :
•      Memperbaiki desain lingkungan proposal
•      Memastikan bahwa sumber daya tersebut digunakan dengan tepat dan efisien
•      Mengidentifikasi langkah – langkah yang tepat untuk mengurangi potensi dampak proposal
•       Informasi memfasilitasi pengambilan keputusan, termasuk pengaturan lingkungan syarat dan ketentuan untuk menerapakan usulan tersebut


Tujuan jangka panjang AMDAL adalah :
•         Melindungi kesehatan dan keselamatan manusia
•         Menghindari perubahan irreversible dan kerusakan serius terhadap lingkungan
•         Menjaga sumber daya berharga, daerah alam dan komponen ekosistem
•         Meningkatkan aspek - aspek social dari proposal


     Prosedur dan Mekanisme Penyusunan AMDAL   

 

Penyusunan AMDAL

1. Persyaratan umum yang harus ada, yaitu :

a. Jenis usaha dan/atau kegiatan,
b. Kapasitas produksi yang direncanakan,
c. Teknologi yang akan digunakan dan lay-out nya,
d. Bahan baku dan alat bantu yang akan digunakan,
e. Sarana dan prasarana penunjang yang akan digunakan,
f. Lokasi yang akan digunakan, luas lahan dan site plan,
g. kebutuhan air,
h. data lain sebagai pendukung.

2. Mencari konsultan penyusun AMDAL dan mensosialisasikan penyusunan dokumen AMDAL sesuai rencana dengan dilengkapi persyaratan umum di atas.

3. Pemrakarsa dan konsultan menghubungi sekretariat komisi AMDAL untuk menjelaskan rencana usaha dan/atau kegiatannya.

4. Pemrakarsa dan BAPEDALDA mengumumkan rencana usaha dan  kegiatan yang akan dimulai penyusunan KA-ANDALnya.

5. Masukan saran dan pendapat masyarakat kemudian hasil pengumuman ditampung oleh pemrakarsa dan konsultan serta sekretariat komisi AMDAL, sebagai bahan pertimbangan dalam proses penyusunan KA-ANDAL. Maksimal waktu saran 30 hari.

6. Penyusunan KA-ANDAL dilaksanakan dengan kewajiban konsultasi bersama masyarakat yang berkepentingan.

7. Penyerahan dokumen KA-ANDAL untuk dinilai komisi AMDAL dan masukan masyarakat (diwakili melalui masyarakat dan komisi pemerhati lingkungan). Maksimal waktu penilaian 75 hari.

8. Keputusan gubernur/bupati/walikota tentang KA-ANDAL atas dasar pertimbangan komisi AMDAL.

9. Penyusunan ANDAL, RKL, RPL oleh konsultan dengan tetap menerima dan mempertimbangkan masukan masyarakat.

10. Penyerahan dokumen ANDAL, RKL, RPL untuk dinilai komisi AMDAL. Maksimal waktu penilaian 75 hari.

11. Keputusan gubernur/bupati/walikota tentang ANDAL, RKL dan RPL atas dasar pertimbangan komisi AMDAL.


Penyusunan UKL & UPL

1. Pemrakarsa harus memiliki persyaratan umum yang sama seperti persyaratan AMDAL.

2. Pemrakarsa menghubungi instansi yang bertanggung jawab di bidang lingkungan hidup, atau instansi sektor pembina untuk memperoleh formulir isian UKL dan UPL dan ketentuan perundang-undangan yang berkaitan dengan penyusunan UKL dan RPL.

3. Pemrakarsa mengisi formulir isian sesuai sektornya dengan atau tanpa bantuan konsultan dibuat menjadi satu dokumen.

4. Dokumen UKL-UPL dimintakan tanggapan dari instansi yang bertanggung jawab di bidang pengendalian lingkungan hidup di kabupaten/kota atau instansi sektor pembinanya.

5. Dokumen yang telah ditanggapi dan diterima pemkab/kota dan dapat diimplementasikan untuk instrumen pengendalian, dokumen ditanda-tangani dan disahkan.



Proses AMDAL

Proses analisa mengenai dampak lingkungan terdiri dari beberapa bagian. Dalam analisa terjadi proses yang terperinci. Komponen tertentu, tahap dan kegiatan dari proses AMDAL tergantung pada persyaratan dari Negara. Namun sebagian besar proses AMDAL memiliki struktur umum dan penerapan. Tahap utama yaitu standar dasar praktik yang baik. Biasanya dalam proses AMDAL dimulai dengan penyaringan untuk memastikan bahwa waktu dan sumber daya diarahkan pada proposal yang peduli lingkungan dan berakhir dengan beberapa bentuk guna menindaklanjuti pelaksanaan keputusan dan tindakan yang diambil sebagai hasil dari laporan AMDAL.


          Dalam Manual, versi generik dari proses AMDAL berikut menyoroti tahap:
•         Keterlibatan publik. Untuk informasi kepada masyarakat mengenai proposal dan untuk mendapatkan masukan dari mereka langsung dipengaruhi oleh proposal. Keterlibatan publik dalam beberapa bentuk dapat terjadi sepanjang proses AMDAL, meskipun cenderung terfokus pada scoping dan meninjau fase AMDAL.
•         Screening. Untuk memutuskan apakah  proposal harus tunduk pada proses AMDAL dan, jika demikian, pada tingkat apa detailnya.
•         Pelingkupan. Untuk mengidentifikasi isu-isu kunci dan dampak yang mungkin memerlukan lebih lanjut investigasi, dan untuk mempersiapkan kerangka acuan untuk studi AMDAL.
•         Analisis dampak. Mengidentifikasi dan memperkirakan kemungkinan dampak lingkungan dan sosial dari proposal dan mengevaluasi makna mereka.
•         Mitigasi dan pengelolaan dampak. Untuk mengembangkan langkah-langkah untuk menghindari, mengurangi atau mengimbangi dampak, memperbaiki kerusakan lingkungan.
•         Pelaporan. Untuk menggambarkan hasil AMDAL bagi para pengambil kebijakan dari pihak tertentu.
•         Tinjauan kualitas AMDAL. Untuk memeriksa kecukupan laporan AMDAL guna melihat apakah itu memenuhi syarat-syarat referensi dan menyediakan informasi yang diperlukan untuk pengambilan keputusan.
•         Pengambilan keputusan. Untuk menyetujui atau menolak proposal dan menetapkan persyaratan juga kondisi yang dapat dilanjutkan. Pembuat keputusan juga memiliki pilihan untuk menunda persetujuan (misalnya sampai kondisi tertentu terpenuhi atau untuk meminta pemrakarsa untuk mengulang proyek sehingga efek lingkungan diminimalkan).
•         Implementasi dan tindak lanjut. Untuk mengecek pelaksanaan syarat dan ketentuan persetujuan selama fase konstruksi dan operasi, untuk memantau dampak proyek dan efektivitas tindakan mitigasi, untuk mengambil tindakan yang diperlukan dalam memperbaiki masalah dan sebagaimana diperlukan untuk melakukan audit dan evaluasi guna memperkuat AMDAL di masa depan dengan aplikasi.